MAKALAH PENGARUH COVID-19 TERHADAP BISNIS INTERNASIONAL
MAKALAH BISNIS INTERNASIONAL
“PENGARUH
PENDEMI COVID-19 TERHADAP BISNIS INTERNASIONAL”
DOSEN PENGAMPU : WULAN KURNIANGTYAS,
S.Si., M.M.
DISUSUN OLEH :
1. DEVI
AGUSTIA MAYANGSARI
2. DIAH
AYU SUSILOWATI
3. DWI
AGUSTYAS SAPUTRI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MAYJEN SUNGKONO
MOJOKERTO
2020
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt
yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul "PENGARUH PENDEMI COVID-19 TERHADAP
BISNIS INTERNASIONAL”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah
bisnis internasional. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya.
Kami sebagai penyusun menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
informasi dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.
Mojokerto,
12 April 2020
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. I
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... II
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. III
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1
Latar Belakang Masalah ....................................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1
1.3
Tujuan Penulisan Makalah ................................................................................................... 1
1.4
Manfaat Penulisan Makalah ................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 2
A.Dampak Covid-19 Terhadap
Ekonomi Global 2020............................................................... 2
B.Dampak
Pandemi COVID-19 Pada Berbagai Sektor Bisnis :................................................... 3
1).COVID-19 mengubah perilaku konsumen......................................................................... 3
2).Sektor yang tampak tumbuh............................................................................................... 3
3). Sektor yang tumbuh negatif............................................................................................... 4
4). Terbatasnya pergerakan manusia....................................................................................... 5
5). Rusaknya rantai pemasok.................................................................................................. 6
BAB III KESIMPULAN ........................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 9
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei,
Republik Rakyat Tiongkok, mendadak terkenal seantero dunia. Di kota berpenduduk
sekitar 9 juta jiwa itu, pertama kali serangan virus corona (Covid-19) berawal.
Virus yang diduga berasal dari hewan itu kemudian mewabah yang merenggut ribuan
korban jiwa. Tak hanya di daratan Tiongkok, virus corona juga telah menyebar ke
108 negara hingga Maret 2020. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun telah
mengumumkan status pandemi global pada 11 Maret 2020. Bukan kali ini saja,
virus corona menggemparkan dunia. Pada 2003, virus ini pernah mewabah dengan
nama Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS-CoV) yang juga bermula di
Tiongkok. Awal mula penularan diduga dari hewan luwak dan menginfeksi 1.000
orang pertama dalam 130 hari. Rasio kematian akibat virus ini sebesar 5 dari 50
orang terinfeksi. Kemudian virus corona dengan tipe lain juga pernah muncul di
Timur Tengah pada 2012. Virus itu dikenal dengan Middle East Respiratory
Syndrome (MERS-CoV) yang diduga menyebar lewat unta. Sementara itu, wabah Covid-19
telah menimbulkan kekhawatiran global. Ini disebabkan penyebaran virusnya yang
cepat, yakni hanya butuh 48 hari untuk menginfeksi 1.000 orang pertama. Tak
pelak sejumlah negara melakukan sejumlah upaya untuk mengisolasi penyebaran
virus. Sejumlah negara mengambil langkah untuk mencegah masuknya virus yang
menyebabkan demam dan penyakit pneumonia itu. Termasuk Indonesia yang
menghentikan penerbangan langsung dan transit dari dan ke Tiongkok. Tak hanya
Tiongkok, pemerintah pun telah membatasi masuknya penduduk dari Iran, Italia,
dan Korea Selatan.
1.2
Rumusan Masalah
- Bagaimana dampak covid-19 terhadap ekonomi global 2020 ?
- Bagaimana
dampak covid-19 terhadap sector bisnis ?
1.3
Tujuan Penulisan Makalah
Untuk menganalisis dampak
covid-19 terhadap ekonomi global dan terhadap sector bisnis.
1.4. Manfaat Penulisan Makalah
Diharapkan dapat dijadikan
informasi bagi para pembaca umumnya dan para pelaku bisnis khususnya tentang
dampak yang ditumbulkan pendemi covid-19 terhadap ekonomi global dan sector
industry.
BAB II.
PEMBAHASAN
A. Dampak
Covid-19 Terhadap Ekonomi Global 2020
Ekonomi
global dapat menyusut hingga satu persen pada 2020 karena pandemi Virus Corona
baru atau COVID-19, dan dapat berkontraksi lebih jauh jika pembatasan kegiatan
ekonomi diperpanjang tanpa respons fiskal memadai. Hal itu disampaikan
Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB (UN-DESA) yang dilansir Antara pada
Kamis (2/4/2020).
Pengarahan
UN-DESA menemukan bahwa jutaan pekerja berisiko kehilangan pekerjaan ketika
hampir 100 negara menutup perbatasan nasional mereka. Itu bisa berarti
kontraksi ekonomi global 0,9 persen pada akhir 2020, atau bahkan lebih tinggi
jika pemerintah gagal memberikan dukungan pendapatan dan membantu meningkatkan
belanja konsumen.
Menurut
perkiraan, penguncian di Eropa dan Amerika Utara memukul sektor jasa dengan
keras, terutama industri yang melibatkan interaksi fisik seperti perdagangan
ritel, rekreasi dan perhotelan dan transportasi. Secara kolektif,
industri-industri semacam itu mencakup lebih dari seperempat dari semua
pekerjaan di negara-negara tersebut.
Ketika
bisnis kehilangan pendapatan, pengangguran cenderung meningkat tajam, maka akan
mengubah guncangan sisi penawaran menjadi guncangan sisi permintaan yang lebih
luas bagi perekonomian. Tingkat keparahan dampak akan sangat tergantung pada
durasi pembatasan pada pergerakan orang dan kegiatan ekonomi serta pada skala
dan kemanjuran respons oleh otoritas-otoritas keuangan nasional.
Dengan
latar belakang itu, UN-DESA bergabung dengan paduan suara di seluruh sistem PBB
yang menyerukan paket stimulus fiskal yang dirancang dengan baik yang
memprioritaskan pengeluaran kesehatan dan mendukung rumah tangga yang paling
terkena dampak pandemi.
“Diperlukan
langkah-langkah kebijakan yang mendesak dan berani, tidak hanya untuk menahan
pandemi dan menyelamatkan nyawa, tetapi juga untuk melindungi yang paling
rentan di masyarakat kita dari kehancuran ekonomi dan untuk mempertahankan
pertumbuhan ekonomi serta stabilitas keuangan,” kata Liu Zhenmin Wakil
Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Ekonomi dan Sosial.
Analisis
ini juga memperingatkan bahwa efek buruk dari pembatasan ekonomi yang
berkepanjangan di negara maju akan segera menyebar ke negara-negara berkembang
melalui jalur perdagangan dan investasi. Penurunan tajam dalam pengeluaran
konsumen di Uni Eropa dan Amerika Serikat akan mengurangi impor barang-barang
konsumsi dari negara-negara berkembang.
Negara-negara
berkembang, terutama yang bergantung pada pariwisata dan ekspor komoditas,
menghadapi risiko ekonomi yang meningkat. Produksi manufaktur global dapat
berkontraksi secara signifikan, dan jumlah pelancong yang anjlok kemungkinan
akan merusak sektor pariwisata di negara-negara berkembang pulau kecil, yang
mempekerjakan jutaan pekerja berketerampilan rendah.
Badan
penerbangan sipil PBB, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, menyambut
baik komitmen para pemimpin ekonomi utama G20 akhir pekan lalu yang menunjukkan
bahwa dukungan fiskal yang berani diperlukan untuk melindungi industri
perjalanan global, untuk membantu pemulihan global dalam beberapa bulan
mendatang.
Sementara
itu, penurunan pendapatan terkait komoditas dan pembalikan aliran modal
meningkatkan kemungkinan tekanan utang bagi banyak negara. Pemerintah mungkin
terpaksa membatasi pengeluaran publik pada saat mereka perlu meningkatkan
pengeluaran untuk menahan pandemi dan mendukung konsumsi dan investasi.
B. Dampak Pandemi COVID-19 Pada
Berbagai Sektor Bisnis :
1)
COVID-19
mengubah perilaku konsumen
Melihat
data yang ada tergambar bagaimana dalam situasi krisis virus corona perilaku
konsumen mulai berubah. Mengingat pandemi ini mengancam kebutuhan dasar manusia
yakni keamanan diri. Sehingga konsumen berbondong-bondong untuk menyelamatkan
diri dengan cara sebisa mungkin memiliki stok makanan dan minuman.
Pemenuhan
kebutuhan stok makanan dan minuman pun caranya berubah. Jika sebelumnya
konsumen masih bisa berjalan atau berkendara untuk membeli, akibat pandemi
virus, konsumen harus membeli secara daring (online). Kalaupun pembelian
dilakukan secara luring (offline) konsumen cenderung memilih untuk membeli
kebutuhan yang jaraknya dekat.
2)
Sektor
yang tampak tumbuh
Perubahan
prioritas konsumen tergambar dari data yang menunjukkan bahwa ada peningkatan
pembelian konsumen di bisnis hasil-hasil agrikultur seperti hasil perkebunan,
air konsumsi, toko daging, dan toko buah serta sayur. Angka pertumbuhannya
bahkan mencapai 430%. Begitu pun dengan toko bahan-bahan pangan yang meningkat
sebesar 200% terhitung sejak awal Maret 2020. Selanjutnya pertumbuhan juga
diikuti oleh jasa kurir antar dan jemput barang yang data menunjukkan
pertumbuhan sebesar 95%. Pertumbuhan ini didasari oleh pelarangan aktifitas di
luar ruangan yang sudah diberlakukan di Amerika Serikat.
Menariknya,
seiring dengan kebutuhan untuk transaksi jual beli secara online dan perintah
untuk tetap bekerja dari rumah kemudian memberikan dampak pada industri
penyedia jasa internet (ISP) dan acara televisi. Peningkatan industri ISP
meningkat tajam sebesar 128% sementara televisi tumbuh sebesar 118%.
Namun
krisis COVID-19 tetaplah krisis yang berdampak pada ekonomi. Para konsumen
cenderung untuk menahan diri melakukan konsumsi dan memilih untuk memiliki uang
secara tunai. Dampaknya adalah peningkatan transaksi terjadi di pegadaian
sebesar 82%.
Dari uang
yang didapatkan dari pegadaian tersebut selain digunakan untuk memenuhi
kebutuhan makanan dan minuman. Juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan farmasi
yang diharapkan bisa memberikan perlindungan kesehatan di masa krisis virus
corona. Perilaku ini terlihat dari peningkatan dari sektor farmasi sebesar
223%. Hal yang paling menarik dari data ini adalah, bagaimana Yelp juga
menemukan fenomena peningkatan transaksi di sektor senjata. Bisa jadi hal ini
terjadi karena tidak adanya kepastian dan tingkat stres yang tinggi
mengakibatkan masyarakat menjadi lebih waspada dan berhati-hati. Akibatnya,
konsumen menjadi ingin melindungi diri dari kemungkinan-kemungkinan buruk
seperti perampokan atau sengketa. Begitu juga dengan peningkatan aktifitas di
penyedia alat-alat berburu dan memancing. Pertumbuhannya mencapai 155% yang
menandakan bahwa konsumen berusaha untuk bisa tetap bertahan hidup di situasi
terburuk. Yakni dengan menemukan makanan dan konsumsi secara mandiri, selain
itu alat-alat berburu juga bisa digunakan untuk melindungi diri.
3)
Sektor
yang tumbuh negatif
Ada
sektor yang tumbuh positif, tentu saja ada sektor yang tumbuh negatif di tengah
krisis COVID-19. Melihat data yang dilansir Yelp, mayoritas sektor yang tumbuh
negatif adalah sektor-sektor sekunder yang tidak pemenuhannya tidak terlalu
penting bagi para konsumen. Contohnya seperti toko-toko gaun pengantin yang
menurun hingga 63%. Di situasi krisis seperti saat ini tentu sangat sedikit
orang yang nekad untuk tetap mengadakan pesta pernikahan. Terlihat pula
penurunan transaksi dari sektor barang bekas dan kuno yang mencapai 64%.
Pengeluaran konsumen untuk barang-barang hobi tentu tidak menjadi prioritas di
masa konsumen harus menghemat uang dan memegang uang tunia.
Sementara
beberapa sektor mengalami tumbuh negatif dikarenakan adanya pelarangan
aktifitas di luar rumah. Misalnya seperti sektor parkir yang negatif sebesar
63%, kemudian pusat perbelanjaan yang menurun sebesar 58% dan toko-toko pinggir
jalan yang turun sebesar 41%. Begitu juga dengan sektor bisnis perawatan dan
penitipan anak yang menurun sebesar 41%.
Sektor-sektor
sekunder lain yang tidak menjadi kebutuhan utama di masa krisis adalah sektor
hiburan. Sektor hiburan tentu saja hanya akan menjadi kebutuhan dasar dapat
terpenuhi. Contoh sektor yang terdampak adalah sektor Bar Tapas yang sering
digunakna untuk hiburan malam hari usai konsumen bekerja penat seharian.
Penurunannya mencapai 65%. Begitu juga dengan toko minuman anggur yang
mengalami penurunan sebesar 67%. Sementara hiburan lain seperti Terapi Pijat
dan Spa juga mengalami penurunan masing-masing sebesar 39% dan 23%.
Hal
menarik adalah, toko mainan juga mengalami penurunan padahal aktifitas anak
lebih banyak terjadi di rumah yang seharusnya membutuhkan mainan atau aktifitas
yang tidak membosankan. Itu artinya, para orang tua memandang mainan bukan hal
yang prioritas di masa karantina di dalam rumah. Jika mainan anak saja tidak
prioritas, apalagi sektor yang membutuhkan cukup banyak biaya seperti kebutuhan
renovasi atap ataupun konstruksi. Sektor ini terdampak paling besar berdasarkan
laporan Yelp dengan pertumbuhan minus sebesar 85%.
4)
Terbatasnya
Pergerakan Manusia
Virus
corona telah menjangkiti lebih dari 1,2 juta jiwa dan membunuh lebih 70.000
orang. Pertama kali ditemukan di Wuhan, Tiongkok pada akhir 2019 lalu, virus
corona kini telah menyebar ke 208 negara.
Untuk
mencegah penularan Covid-19, berbagai negara kemudian memberlakukan karantina
dalam berbagai wujud dan tingkatan. Di Asia Pasifik, negara-negara seperti
Tiongkok, India, Singapura, Taiwan, Vietnam, Selandia Baru dan Australia
melarang kedatangan warga asing.
Kebijakan
untuk mengunci perbatasan bagi penumpang umumnya diambil hanya dengan
mempertimbangkan kepentingan dalam negeri, tanpa koordinasi dengan negara
tetangga. "Tanpa koordiansi antarnegara untuk memutuskan kapan pembatasan
itu berakhir, dampak ekonomi dari virus ini akan berlangsung cukup lama,” kata
Julien Chaisse, Profesor Hubungan Internasional di City University of Hong
Kong, dikutip Nikkei.
Pekerja
migran pun menjadi korban dari sulitnya melintasi perbatasan di masa pandemi.
Organisasi Buruh Internasional (ILO) memperkirakan, sekitar 33 juta pekerja
migran di kawasan Asia dan Pasifik terkena dampaknya. Di pihak lain, dana
remitansi menjadi kontributor yang cukup signifikan bagi beberapa negara di
kawasan ini. Berdasarkan data remitansi tenaga kerja Indonesia (TKI) oleh Bank
Indonesia, nilai yang tercatat pada 2019 adalah sebesar US$11,435 miliar. Dengan
semakin berkurangnya penumpang lintas negara, maskapai-maskapai internasional
pun memangkas rute penerbangannya. Maskapai asal Hong Kong, Cathay Pacific
menyunat 40% jadwal penerbangannya. Sebanyak 33 ribu karyawan harus cuti tanpa
dibayar hingga Juni 2020, dengan kemungkinan diperpanjang. Maskapai nasional
Jerman, Lufthansa pun melaporkan pemangkasan 50% rute. Seperti Cathay Pacific,
Lufthansa berupaya menghindari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan kebijakan
cuti tanpa gaji.
Di
Amerika Serikat (AS), United Airlines memangkas penerbangan domestik sebanyak
20% serta ke Kanada sebesar 10%. Sedangkan JetBlue mengurangi penerbangannya
sebesar 5%. Kedua maskapai ini pun terpaksa merumahkan karyawan hingga waktu
yang belum ditentukan.
Di Tanah
Air, AirAsia Indonesia telah menutup semua rute domestik hingga Juni 2020. Di
luar itu, maskapai lain pun harus terbang dengan penumpang yang terbatas. Jalanan
sepi dan pertokoan yang tutup menjadi pemandangan lazim di kota-kota
metropolitan dunia. Nikkei mengestimasi,
sepertiga populasi bumi terdampak karantina akibat virus corona. Dengan seruan
untuk tinggal di rumah, pariwisata global praktis lumpuh. World Travel and
Tourism Council (WTTC) memperkirakan, sektor pariwisata akan mengalami
penyusutan hingga 25% akibat pandemi Covid-19 pada tahun 2020. Kondisi itu juga
berarti sekitar 50 juta orang akan kehilangan pekerjaan mereka di sektor jasa
tourism tersebut. "Wabah ini menghadirkan ancaman serius terhadap industri
pariwisata,” kata Direktur WTTC Gloria Guevara, dikutip BBC.
Di
Indonesia saja, sebanyak 1.174 hotel dan 286 restoran tutup per 1 April 2020.
Akibatnya, ribuan karyawan mereka terpaksa dirumahkan. “Sektor-sektor bisnis
yang membutuhkan kehadiran menjadi korban Covid-19,” kata Ketua Perhimpunan
Hotel dan Restoran Indonesia Hariyadi Sukamdani.
5)
Rusaknya
Rantai Pasok
Tak
hanya menghambat mobilitas orang, virus corona juga mengacaukan jaringan
distribusi barang di penjuru dunia. Sejak Tiongkok mengunci (lockdown) Wuhan
dan karantina beberapa kota lainnya, putaran roda industri di negara tersebut
melambat. Sejak itu, banyak negara termasuk Indonesia menghadapi tantangan
berat karena kesulitan impor bahan baku produksi. Chatib Basri menyebut,
perlambatan industri di Tiongkok akan menurunkan permintaan terhadap bahan baku
dan bahan pembantu dalam proses produksi. Sebab, sekitar 29% barang yang
diekspor Tiongkok, bahan mentah dan penolongnya berasal dari Indonesia.
Barang-barang itu terutama batu bara dan kelapa sawit.
Implikasinya:
Indonesia perlu mengantisipasi penurunan permintaan untuk produk-produk
tersebut. Harga komoditas dan barang tambang pun berisiko menurun. Secara tidak
langsung, daya beli masyarakat akan merosot. Dalam Kajian Perdagangan dan
Industri, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia
(LPEM UI) edisi Maret 2020 disebutkan, dampak terbesar wabah Covid-19 yang
langsung terlihat adalah terhambatnya rantai pasokan. Mengutip Menteri Keuangan
Sri Mulyani, 30-50% bahan baku industri plastik, tekstil, alas kaki, baja dan
kimia bergantung pada Tiongkok. Hal itu diperkuat dengan data Badan Pusat
Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa selama Februari 2020, nilai impor bahan
baku/penolong turun 15,89% menjadi US$ 8,89 miliar, dan barang modal turun 18,03%
menjadi US$ 1,83 miliar. Penurunan impor pada Kuartal I 2020 diprediksi dapat
mencapai 10%. Di sisi lain, terhambatnya kegiatan industri domestik karena
kekurangan bahan baku dapat berakibat berhentinya kegiatan produksi domestik.
Ujungnya, kondisi tersebut akan berdampak pada kenaikan harga barang-barang
konsumsi dan pengurangan pekerja.
Dari
sisi ekonomi, terdapat beberapa upaya mitigasi yang dapat dilakukan untuk
meminimalkan dampak Covid-19. Ekonom UI Fithra Faisal Hastiadi menyatakan, dalam jangka pendek, pemerintah
harus memastikan ketersediaan barang dan stabilitas harga bahan pokok.
Beberapa
bahan pokok yang perlu menjadi perhatian misalnya beras, daging ayam, daging
sapi, telur, bawang merah, bawang putih, cabe merah/cabe rawit, minyak goreng
dan gula pasir.
Selain
itu, perlu kemudahan impor untuk bahan baku yang vital bagi produksi domestik,
baik yang berorientasi pasar domestik maupun ekspor. Kemudian, pemerintah perlu
mengambil momentum ini untuk memaksimalkan produk domestik di pasar dalam
negeri. Dalam Kajian Perdagangan dan Industri, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan
Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) edisi Maret 2020 disebutkan, dampak
terbesar wabah Covid-19 yang langsung terlihat adalah terhambatnya rantai
pasokan.Mengutip Menteri Keuangan Sri Mulyani, 30-50% bahan baku industri
plastik, tekstil, alas kaki, baja dan kimia bergantung pada Tiongkok. Hal itu
diperkuat dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa selama
Februari 2020, nilai impor bahan baku/penolong turun 15,89% menjadi US$ 8,89
miliar, dan barang modal turun 18,03% menjadi US$ 1,83 miliar.
Penurunan
impor pada Kuartal I 2020 diprediksi dapat mencapai 10%. Di sisi lain,
terhambatnya kegiatan industri domestik karena kekurangan bahan baku dapat
berakibat berhentinya kegiatan produksi domestik. Ujungnya, kondisi tersebut
akan berdampak pada kenaikan harga barang-barang konsumsi dan pengurangan
pekerja. Dari sisi ekonomi, terdapat beberapa upaya mitigasi yang dapat
dilakukan untuk meminimalkan dampak Covid-19. Ekonom UI Fithra Faisal
Hastiadi menyatakan, dalam jangka
pendek, pemerintah harus memastikan ketersediaan barang dan stabilitas harga
bahan pokok. Beberapa bahan pokok yang perlu menjadi perhatian misalnya beras,
daging ayam, daging sapi, telur, bawang merah, bawang putih, cabe merah/cabe
rawit, minyak goreng dan gula pasir.
Selain
itu, perlu kemudahan impor untuk bahan baku yang vital bagi produksi domestik,
baik yang berorientasi pasar domestik maupun ekspor. Kemudian, pemerintah perlu
mengambil momentum ini untuk memaksimalkan produk domestik di pasar dalam
negeri.
BAB
III
KESIMPULAN
Kita bisa melihat bahwa perubahan
perilaku konsumen dapat mengubah wajah ekonomi secara drastis. Sektor yang
mungkin sebelumnya begitu menjanjikan, secara tiba-tiba berubah menjadi sektor
yang paling terdampak dan terancam untuk mati.
Data di Amerika Serikat ini menurut saya cukup
menggambarkan situasi ekonomi di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia.
Sayangnya, di Indonesia saya masih belum menemukan rilis laporan dampak krisis
COVID-19 pada perekonomian. Padahal data seperti ini seharusnya bisa menjadi
barometer dan gambaran yang jelas tentang bagaimana sektor ekonomi terdampak
pandemi.
Dampak yang ditimbulkan memang tidak serta merta
membunuh seluruh sektor industri. Sebab ternyata ada pula sektor yang tumbuh
bahkan berkali-lipat akibat melonjaknya permintaan dan kebutuhan konsumen.
Tentu saja hal ini juga akan
memberikan gambaran bagaimana pebisnis merespon perubahan iklim bisnis yang
terjadi sesuai dengan kondisi ekonomi. Sehingga dapat ikut masuk ke sektor yang
masih hijau untuk memenuhi kebutuhan konsumen atau melakukan pengetatan di
sektor industri yang sedang dijalani.Untuk selanjutnya, apa yang bisa
dilakukan? Situasi krisis sejatinya tidak dapat menjanjikan apapun. Memang
benar ada peluang dibalik krisis, namun krisis tetap tidak menjanjikan setiap
orang mampu bertahan. Apalagi krisis yang terjadi adalah krisis kesehatan yang
taruhannya adalah nyawa.
Oleh karena itu, akan lebih bijak jika setiap pihak
yang terlibat dalam sektor industri bisa lebih waspada untuk memperhatikan
kesehatan dari pada mengejar peluang bisnis. Jikapun memang ingin mengejar
peluang, sebaiknya dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat dan memang
ditujukan untuk membantu masyarakat untuk terus bisa bertahan di tengah terpaan
krisis.
DAFTAR
PUSTAKA
https://teknoia.com/dampak-covid-19-pada-bisnis-84dba2cc6727
https://katadata.co.id/telaah/2020/04/07/globalisasi-dan-rantai-pasok-dunia-yang-terkunci-pandemi-covid-19
https://www.suarasurabaya.net/ekonomibisnis/2020/dampak-covid-19-terhadap-ekonomi-global-2020/
Komentar
Posting Komentar